Selasa, 08 Mei 2012

Serial Belajar Menulis; Senarai Goresan Pena (Bag. 1)

Terasa lebih mudah membuat tulisan berdasarkan kisah nyata dibanding kisah imaji. Demikian pula membuat puisi. Lebih mudah membuatnya untuk teman-teman terdekat dibanding untuk diri sendiri. Kisah nyata lebih mudah diurai karena tak perlu berkhayal. Meski demikian menulis genre ini bukannya tanpa beban, sebab ada tanggung jawab moral mengenai ke-otentik-an cerita itu sendiri. Selain itu menjaga kebersihan cerita dari bumbu-bumbu kreatifitas juga bukanlah hal yang mudah. Apalagi menahan rasa untuk tidak menceritakan kisah teman yang sudah diamanahkan ke telinga kita. Berbeda dengan tulisan berdasarkan kisah imaji. Berkhayal tentang sebuah kisah kehidupan dengan segala alur dan romantikanya adalah tantangan tersendiri buat penulis yang memang terbiasa mengisahkan kisah nyata. 

Lain lagi dengan puisi. Puisi bisa menggabungkan keduanya sekaligus meminimalisir aneka kesulitan tersebut. Selain bisa ditafsirkan sesuai ruang imaji pembaca, kisah aslinya pun tak terdefinisi. Penulis bebas menggores pena tanpa takut dituntut empunya cerita dan pembaca bebas mengartikan sejauh tapal batas inderawinya. Seperti halnya puisi-puisi yang ada di blog ini. Nyaris sebagian besar terinspirasi dari kisah-kisah sederhana yang kuketahui. Tulisan-tulisan yang terlalu sayang untuk disimpan di catatan kecilku. Namun ada hal yang tetap kuingat saat menulis. Sebuah nasehat bahwasanya tulisan pun seperti ucapan. Kelak kita pun akan mempertanggungjawabkan apapun yang digoreskan. Tulisan, cermin pikiran dan refleksi hati yang enggan tertinggal pada lautan hening. Menunggu untuk dikabarkan agar menjadi makna kehidupan.


Tetaplah menulis, meski pena mulai tumpul. Tetaplah menulis, meski lembaran kertas mulai menipis.         



Tidak ada komentar:

Posting Komentar